Penulis, aktivis, sociopreneur.\xd\xd\xd Menyuarakan nalar kritis dan semangat mandiri dari pesantren ke publik digital #LuffyNeptuno
Mengapa Anak Magang Lebih Berani Kreatif daripada Karyawan Lama?
Minggu, 24 Agustus 2025 06:39 WIB
Beban tanggung jawab membuat pekerja senior sering bermain aman, sementara intern lebih berani bereksperimen.
Jika kita amati di berbagai perusahaan, baik startup maupun korporasi besar, seringkali ide-ide kreatif lahir bukan dari mereka yang sudah bertahun-tahun bekerja, melainkan dari anak-anak magang atau intern. Mereka yang baru beberapa minggu masuk justru mampu menghadirkan gagasan segar, berbeda, bahkan kadang mengubah arah strategi kerja.
Fenomena ini bukan sekadar cerita anekdot. Banyak pimpinan perusahaan mengakui bahwa intern kerap memberikan masukan yang lebih out of the box dibanding pekerja senior. Pertanyaannya, mengapa bisa begitu? Bukankah pengalaman panjang seharusnya membuat seseorang lebih inovatif?
Intern: Pikiran Segar, Energi Baru
Anak intern biasanya datang dengan semangat yang membara. Mereka baru saja selesai menempuh pendidikan, terbiasa membaca teori terbaru, dan aktif mengikuti tren digital. Mereka tidak terjebak dengan pola lama yang sering kali mengikat pekerja senior.
Intern juga tidak merasa takut untuk salah. Justru karena statusnya masih belajar, mereka lebih berani melempar ide tanpa banyak beban. “Kalau salah, ya wajar, namanya juga intern,” begitu kira-kira pola pikirnya. Ironisnya, justru keberanian inilah yang sering menghasilkan gagasan berharga.
Selain itu, intern hidup di era digital yang begitu cepat berubah. Mereka lebih update dengan tren sosial media, perkembangan AI, hingga pola komunikasi generasi muda. Pengetahuan ini kadang jauh lebih relevan dengan kebutuhan perusahaan dibandingkan pengalaman panjang yang dimiliki pekerja senior.
Pekerja Senior: Bijaksana, Tapi Kadang Terjebak Rutinitas
Sebaliknya, pekerja senior membawa modal penting berupa pengalaman. Mereka tahu seluk-beluk perusahaan, memahami risiko, dan bisa menimbang apakah sebuah ide realistis atau tidak. Namun, pengalaman ini kadang menjadi pedang bermata dua.
Rutinitas yang panjang membuat sebagian pekerja senior kehilangan rasa ingin tahu. Mereka lebih nyaman dengan pola kerja yang sudah terbukti aman. Akibatnya, saat muncul ide baru, respon yang muncul sering kali berupa keraguan atau penolakan. “Dulu sudah pernah dicoba, dan gagal.” Kalimat semacam ini sering terdengar di ruang rapat.
Selain itu, beban tanggung jawab membuat pekerja senior lebih berhati-hati. Mereka punya target, keluarga, cicilan, dan reputasi yang harus dijaga. Bagi mereka, bermain aman lebih baik daripada mengambil risiko dengan ide liar yang mungkin gagal.
Benturan atau Kolaborasi?
Ketika energi baru anak intern bertemu dengan kebijaksanaan pekerja senior, dua hal yang bisa terjadi yakni benturan atau kolaborasi.
Benturan terjadi jika pekerja senior merasa tersaingi. Intern yang penuh ide dianggap terlalu lancang, “belum tahu apa-apa sudah sok pintar.” Sebaliknya, intern bisa merasa frustrasi karena gagasannya tidak pernah diterima.
Kolaborasi terjadi ketika keduanya saling melengkapi. Intern melemparkan ide liar, sementara pekerja senior menyaringnya agar tetap realistis. Hasilnya bisa jadi inovasi yang tidak hanya segar, tetapi juga aplikatif.
Sayangnya, yang lebih sering terjadi adalah benturan. Banyak perusahaan tidak memberi ruang yang cukup bagi intern untuk bersuara. Ide-ide mereka berakhir di catatan meeting, tidak pernah benar-benar dipertimbangkan. Padahal, jika dikelola dengan baik, ide itu bisa menjadi kunci pertumbuhan.
Pelajaran dari Dunia Nyata
Banyak contoh nyata yang membuktikan kekuatan kombinasi ini.
Di dunia teknologi, beberapa startup besar lahir dari tangan anak muda yang berstatus “intern” di perusahaan besar, tetapi idenya tidak diterima. Contohnya adalah Facebook dan Dropbox yang awalnya dianggap remeh, namun akhirnya mengubah wajah dunia digital.
Di dunia industri kreatif, anak-anak magang sering lebih peka terhadap tren yang sedang viral. Ide kampanye digital yang sederhana, kadang jauh lebih efektif daripada strategi pemasaran raksasa yang mahal.
Kisah-kisah ini menunjukkan bahwa kreativitas anak intern bukan sekadar pelengkap. Mereka bisa menjadi sumber inovasi yang serius jika diberi ruang untuk berkembang.
Mengapa Kreativitas Bisa Hilang Seiring Usia Kerja?
Pertanyaan menarik yang patut direnungkan adalah: mengapa banyak orang semakin lama bekerja justru semakin kehilangan kreativitas? Ada beberapa jawabannya:
1. Zona nyaman – Semakin lama seseorang berada di perusahaan, semakin nyaman ia dengan pola kerja lama.
2. Takut gagal – Senior lebih khawatir reputasi rusak jika ide gagal.
3. Budaya organisasi – Banyak perusahaan yang tidak menghargai eksperimen, sehingga karyawan lebih memilih bermain aman.
4. Beban hidup – Semakin dewasa, semakin banyak tanggung jawab. Pikiran penuh tekanan ini membuat kreativitas sulit berkembang.
Jika pola ini tidak disadari, perusahaan bisa kehilangan potensi inovasi yang sangat besar.
Bagaimana Seharusnya Perusahaan Bersikap?
Perusahaan yang sehat seharusnya tidak melihat intern hanya sebagai “pekerja murah” atau “pembantu administrasi.” Mereka harus diposisikan sebagai generator ide baru. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:
1. Memberi ruang berbicara – Buat forum khusus di mana intern bebas mengemukakan ide tanpa takut dipatahkan.
2. Mentorship dua arah – Senior membimbing intern, tapi juga belajar dari mereka tentang hal-hal baru.
3. Budaya apresiasi – Ide sekecil apapun perlu diapresiasi, meskipun tidak langsung diterapkan.
4. Eksperimen murah – Sediakan ruang untuk mencoba ide intern dengan risiko rendah, misalnya lewat proyek kecil.
Dengan cara ini, intern tidak hanya merasa dihargai, tapi juga benar-benar memberi kontribusi nyata.
Refleksi Personal
Saya pribadi pernah menyaksikan betapa seorang intern mampu mengubah cara pandang sebuah tim. Dalam rapat yang penuh kebuntuan, seorang anak magang dengan polos mengajukan ide sederhana. Semua tertawa karena terasa terlalu “naif.” Namun setelah dipikirkan ulang, ternyata ide itu justru yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah.
Momen itu menyadarkan saya bahwa kreativitas sering datang dari mereka yang pikirannya belum terikat dengan ribuan aturan. Justru di situlah keindahannya. Tugas kita yang lebih senior adalah menyaring, bukan membunuh ide tersebut.
Penutup
Fenomena anak intern lebih kreatif daripada pekerja senior bukanlah sesuatu yang perlu diperdebatkan. Kreativitas memang sering lahir dari pikiran yang segar, bebas dari beban rutinitas. Namun, pengalaman tetap penting untuk memastikan ide itu bisa dijalankan.
Daripada mempertentangkan, lebih baik kita belajar menggabungkan keduanya. Energi baru dari intern dan kebijaksanaan senior, jika disatukan, bisa menjadi kekuatan dahsyat bagi perusahaan. Dunia kerja tidak butuh siapa yang paling benar, melainkan siapa yang mau berkolaborasi untuk menghasilkan yang terbaik.

Sociopreneur | Founder Neptunus Kreativa Publishing
8 Pengikut

Malang, Kota Pendidikan yang Tak Pernah Kehilangan Toko Buku
Jumat, 19 September 2025 07:11 WIB
Oase Pengetahuan di Tengah Krisis Membaca
Rabu, 17 September 2025 18:50 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler